Langsung ke konten utama

Kemarin itu

Mengapa harus kamu?
Jika ku ketahui pemilik hati ini yang sesungguhnya, beranjak aku dari kemarin.
Aku..
Disampingmu bukan karena memilihmu, hanya waktu itu semua menetap dengan sendirinya.
Seringkali kamu yang tak tau diri itu jadi sebab depresiku, namun tak tau mengapa ragaku masih bersikukuh untuk menetap.
Kian hari mencintaimu membuatku kelelahan, aku bertahan diantara banyak pertanyaan yang tak sanggup terutarakan, dan kamu menenggelamkan ku dalam ketidakpastian yang gamblang antara perasaan yang nyata atau hanya halusinasi sementara.
Aku dalam kondisi sadar sejak kemarin, saat aku melibatkan diri dengan sosok bodohmu. Tapi sepertinya mabukmu tak pernah reda sejak kemarin itu, hingga aku tak tau, apakah aku pernah kau anggap nyata.
Seperti angin, aku merasa hanya berlalu disekitarmu, tak seperti oksigen yang selalu kau butuhkan meski dalam mabukmu.
Bahkan kulit hitammu cukup tebal untuk tak merasakan aku berhembus berlalu lalang, tak seperti daun yang berguguran karenaku.
Dari kemarin itu. Aku memberimu banyak ruang, agar banyak nyaman kau dapatkan. Tapi salah kau gunakan, malah kau bangun ruang diantara ruang yang kuciptakan untuk bersembunyi dariku.
Lagi-lagi aku merasa asing!
Ketetapan mulai berangsur hilang, aku seperti terasingkan. Kau masih punya dunia yang tak bisa kulewati pintunya.
Apakah aku beranjak saja, harusnya kemarin aku jangan menetap.
Bersabar kurasa sudah, akibatnya sesak yang tiada tandingannya. Kupikir kamu takkan pernah mengerti.
Kamu tak pernah tau cara memulai, menjalani, ataupun mengakhiri dengan baik, segalanya kau lakukan sesukamu.
Ya begitulah kamu, kamu adalah kamu.
Setelah banyak waktu terlalui, kurasa ini malah bertambah buruk.
Aku tak mengenalmu dengan baik karena batas yang kau buat tak pernah bisa kulewati seberapa keras aku mencobanya.
Siapa aku? Terlebih kamu benar-benar tak mengenalku pula.
Kita hanya berjalan tanpa mengikuti petunjuk arah, sesekali merasa bahagia, namun banyak hampa yang terkadang tak sanggup kujelaskan.
Tak pernah bermaksud menjadikanmu sebagaimana yang ku inginkan, aku hanya ingin kita saling mengenal.
Tanpa paksaan, tanpa aturan, hanya perlahan mengenal, kemudian menemani, hingga dapat saling memahami.
Sesederhana itu harapanku untuk kita, dan kuharap kamu segera sadar dari mabukmu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...