Langsung ke konten utama

Senja Sendu Punya Rindu

Pagi ini hujan membangunkanku, suara gemerciknya membuatku tergugah, rupanya resah ini masih ada.
Semalam aku beranjak tidur lebih cepat, berharap pada malam panjang yang sengaja kulewatkan agar memberikan kabar baik kepada pagi, namun kabar itu tak ada -segalanya tetap senyap.

Kemarin aku memandangi langit sore yang indah, mega bertebaran bercampur dengan birunya langit, disisi lainnya langit agak berwarna keunguan pertanda malam akan menjumpai, terdapat pula pelangi yang hampir hilang -padahal tak habis hujan. Senja yang sendu, gumamku. Aku berbicara pada langit, berharap kamu akan mendengarnya. Entah aku hanya berpikir kamu pun sedang memandangi langit, sama sepertiku.
Teringat beberapa kali percakapan kita mengenai langit yang paling indah terlihat dari sisi mana, aku merindukannya, merindukan memandangi langit bersamamu, merindukan waktu itu -saat menanti sore berganti petang. Dan kurasa senja ini sengaja ada, supaya rindu punya kawan bicara. Ah rindu ini merepotkan memang.

Belum lama sejak kamu berlalu, aku ingin membencimu, namun hatiku memberontak dengan sendirinya. Lantas bagaimana aku harus membiarkanmu begitu saja, aku yang berusaha menerima dengan segala upaya yang tak masuk akal, namun terasa sia-sia karena terlalu banyak perasaan yang menguap, memberontak, dan marah. Hatiku masih dipenuhi olehmu, padahal otakku tau kamu sudah berlalu dengan tekad penuh dan mengesampingkan hatimu dengan tak tahu dirimu.

Aku atau kamu yang tak tau diri, entahlah. Biar aku saja tak apa, karena aku mau kamu yang tak mau aku. Hanya saja aku sudah kelelahan, aku sudah mengupayakan segalanya, berulang-ulang, lagi dan lagi, terus menerus.
Kemudian kamu jadi tak tau diri yang tak berpendirian, mau kemudian mengabaikan (mengabaikan kemudian kembali), mau kemudian berpergian (berpergian kemudian datang lagi), mau kemudian meninggalkan (meninggalkan kemudian minta kembali), mau kemudian menghilang (menghilang kemudian muncul lagi), mau kemudian lenyap.
Hingga aku tak berdaya, “Lenyap sajalah, pikirku” namun lagi-lagi aku tak tau diri juga. Aku merindukanmu dalam hari panjang yang kulalui tanpamu, dan tenpa pedulimu -ternyata aku masih mencintaimu.
Pagi, dapatkah kamu memberikan jawaban??
aku ingin bertanya?
Bagaimana aku bisa berulang-ulang mencintai orang yang salah?
Mengapa mencintai orang itu begitu menyusahkan?
Dan apa karenanya hingga aku selelu ditinggalkan saat sedang cinta-cintanya?
Pagi tak menjawab, pagi hanya menemaniku dengan gelapnya, aku benci begini, sendiri dalam mendung yang tak ada habisnya, dan bersanding dengan perasaan merepotkan yang tak bisa kuabaikan.
Aku berjalan sesuai kata hatiku hingga aku bertemu dengannya. Ternyata arahnya salah hingga hatiku patah.
Lalu kita akan jadi seperti apa? Aku tak pernah tau nantinya, mengkin kamu sedang menata hidupmu dengan -dia yang lainnya.
Apakah kita akan menjadi sepasang luka yang saling melupa? Atau juga tidak karena dalam luka kita bukan lagi sepasang, dan hanya aku yang terluka, kamu tidak pernah, karena kamu selalu baikbaik saja dengan ada dan tiadanya diriku.
Dan akhirnya biarlah begini, aku biarlah sembunyi-sembunyi merindukanmu, dan kamu biarlah pura-pura tidak tau bahwa aku merindukanmu.

Jika ada yang membaca ini untuk mengenangku -kuharap itu kamu.
Karena aku menulis ini untuk melepaskan rindu yang takkan pernah tersampaikan padamu.

Selamat tinggal Tuan Tak Tau Diri, segera lenyaplah kamu dari hatiku.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...