Langsung ke konten utama

Aku Perempuan

Aku perempuan.
Aku selalu suka hujan yang jatuh berkali-kali.
Siang tadi angin begitu kencang, langit pun begitu gelap, dedaunan beterbangan sesukanya, jerit tawa anak kecil berlarian terdengar seiring deru angin menyuruh mereka pulang, titik air jatuh dari langit sedikit demi sedikit, perlahan udara agak pengap karena debu jalanan kian menguap, belum sepenuhnya basah hingga hujan turun dengan derasnya. Terlintas dibenakku, kemana semut kecil ketika banjir baginya hingga rumahnya terisi penuh oleh air, lalu sedang menyinari siapa mentari yang sombong mendongak tinggi, kemudian apa yang dilakukan orang-orang lainnya dihari yang hujan ini.
Aku perempuan, aku sedang mengira-ngira apa yang dilakukan penghuni bumi lainnya di hari hujan ini.
Sejenak aku memejamkan mata, mencari kedamaian yang hilang, hingga suara tetes hujan terdengar makin jelas, hujan begitu menenangkan menurutku.
Aku perempuan, aku sedang sendiri duduk dikasur kamarku memandangi hujan lewat jendela, tak banyak yang terlihat, tapi tetes air dari langit yang bernama hujan ini selalu saja menarik perhatianku.
Aku perempuan, aku sedang marah, akhir-akhir ini aku memang menjadi agak pemarah, aku marah pada semesta, kupikir semesta tak pernah berpihak padaku, aku marah semesta mengabaikanku, aku marah semesta tak memilihku, aku marah semesta meninggalkanku, aku begitu marah hingga segala yang terjadi akhir-akhir ini selalu tak berjalan dengan baik.
Aku perempuan, aku perempuan yang suka hujan namun marah pada semesta, aku merutuki diriku, aku diam, aku pendam, aku kesal, aku menangis, aku bertanya apa yang kulakukan dikehidupan lalu hingga semesta menghukumku.
Aku perempuan, satu per satu yang kumiliki direnggut dariku, setiap apa yang kumau tak pernah terwujud dengan mudah, setiap usahaku hanyalah bagian kecil yang tak pernah terbayar, setiap penantianku selalu dihampiri oleh asa, setiap bahagiaku berpindah tempat kepada yang lainnya.
Aku perempuan, apa yang salah dengan diriku.
Aku perempuan, masih dengan memandangi hujan aku terpaku, menarik diri dari segala hiruk pikuk yang menyesakkan.
Aku perempuan, aku suka hujan dan berharap hujan ini takkan pernah reda, gelap saja hari biar semua orang pun tau rasanya gelap hidupku, sendu saja hari, pun bagiku selalu begitu, meski cerah semesta takkan memperhatikanku.
Aku perempuan, aku sendiri.
Aku perempuan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...