Langsung ke konten utama

Teruntuk Tuan Pengantar Surat.


Teruntuk tuan pengantar surat.

Tuan, antarkan surat ini pada mereka, siapa saja diantara keduanya.
Jangan sampai surat berperangko itu kau abaikan karena kau lebih mendahulukam paket kilat khusus.
Tuan, kuberitahu sedikit tentang isi surat itu.
Disana aku menuliskan sisi lain diriku, atau mungkin itu diriku yang sesungguhnya yang tak pernah mereka pahami.
Tuan, aku hanya ingin dipahami.
Aku ragu, apakah aku benar-benar hidup saat ini.
Rasanya seperti ada dan tiada.
Mengertikah Tuan? Aku ada tapi ditiadakan.
Sepi, dalam hiruk pikuk yang ramai aku tak tau aku siapa.
Aku tak yakin benar apakah aku sudah menjalani hidup ini dengan benar.
Akhir-akhir ini, banyak hal yang ku sesali dalam hidup.
Dan aku ingin menyalahkan mereka atas segala pilihan penuh sesal itu.
Tapi aku kebingungan Tuan.
Aku tidak memaki, tidak juga berubah menjadi pemarah dalam sekejap.

Dalam penuh kesadaran aku menulis itu.

Pak, Buk?
Aku ini siapa??
Aku sedang kesulitan, segalanya tak berjalan dengan baik akhir-akhir ini.
Aku merasa tidak sepantasnya aku menghabiskan waktu yang Tuhan karuniakan ini dengan penuh elah-eluh.
Tapi bagaimana bisa jika aku merasa segalanya tidak adil bagiku.
Aku ingin menyalahkan waktu, aku ingin menyalahkan keadaan, aku ingin menyalahkan takdir, bahkan pernah sesekali aku menyalahkan Tuhan.
Aku marah pada diriku, mengapa aku jadi tak tau malu begini.
Bukan terimakasih atas kehidupan ini, aku malah merutukinya.

Pak, Buk.
Aku penasaran, aku hanya selalu penasaran tentang beberapa hal ini.
Aku penasaran apa yang kalian rasakan saat tau aku akan ada?
Aku penasaran bagaimana perasaan ibuk saat merasakan aku hidup dalam ruang sempit diperutmu ?
Aku ingin tau, apakah saat aku lahir kedunia dengan telanjang kalian pernah menangis haru untukku?
Aku penasaran apakah tangis pertamaku adalah suara indah yang kalian tunggu?
Aku penasaran apakah ibuk dan bapak pernah berebut untuk menggendongku?
Aku penasaran apakah langkah pertamaku adalah hal luar biasa yang kalian syukuri?
Aku penasaran apakah suhu tubuhku yang meningkat karena demam pernah jadi kekhawatiran kalian?
Aku penasaran, apakah aku benar-benar diinginkan?
Aku penasaran apakah aku sebab kalian menjalani kehidupan yang sulit ini?
Aku penasaran apakah salahku atas segala hal yang terjadi?

Dan Pak Buk, maaf jika memang karenaku segalanya jadi sulit.
Tapi saat ini aku merasa lebih sulit, aku kelelahan, aku lelah melalui segalanya sendiri, dalam langkah yang penuh sandungan, terkadang aku hanya ingin ditenangkan, aku butuh kalian walau hanya sekedar pelukan.

Pak Buk, andai aku bisa meminta.
Aku tau aku tak pernah bisa memilih untuk lahir kedunia ini menjadi anak siapa atau dari keluarga mana, karena segalanya sudah Tuhan tentukan.
Aku tidak pernah menyesalinya. Hanya saja jika dapat kuputar balikkan waktu, andai aku mengerti lebih awal, aku berjanji pak buk.
Jika kalian tetap bersama, aku berjanji akan menjadi anak yang baik.
Aku berjanji aku takkan membuat kalian kelelahan karenaku.
Aku berjanji aku tidak akan meminta apapun, bahkan walau hanya 5buah permen digenggaman tangan.
Aku berjanji tanpa disuruh pun aku akan belajar, aku akan menjadi anak yang pintar, aku akan membantu ibuk dan bapak.
Aku berjanji tak masalah tinggal dimanapun, meski rumah kayu ditengah hutan dan tanpa lampu sedikitpun asal ada ibuk dan bapak.
Aku berjanji takkan menangis meski jatuh tersandung batu.
Aku berjanji takkan minta dibelikan kue ulang tahun atau sepeda untuk hadiah ulang tahunku.
Aku berjanji takkan malu meski ibuk dan bapak tak bisa berbahasa inggris, tak mengerti tentang tren atau hal yang sedang laris.
Aku berjanji takkan minta diajari tentang teori-teori dunia, atau tentang hal luar biasa lainnya.
Aku berjanji, aku takkan mengeluh meski tak ada yang mengajariku aljabar juga rumus pythagoras.
Aku berjanji aku takkan lari meski dimarahi tak henti-henti.
Aku berjanji apapun yang kalian mau akan dipenuhi dan kulakukan dengan sebaik-baiknya.
Aku berjanji pak buk.


Teruntuk tuan pengantar surat, terimakasih telah menyampaikannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...