Ini adalah pertemuan pertama kita sejak lima tahun lamanya.
Tak ada sapaan “hai” atau “apa kabar” yang terucap, hanya tatap nanar yang terlihat. Rupanya aku masih pilu, bertemu denganmu bukanlah hal yang baik bagiku. Lembaran lama yang kupikir sudah hilang kembali terbuka satu persatu.
Tak ada sapaan “hai” atau “apa kabar” yang terucap, hanya tatap nanar yang terlihat. Rupanya aku masih pilu, bertemu denganmu bukanlah hal yang baik bagiku. Lembaran lama yang kupikir sudah hilang kembali terbuka satu persatu.
Kamu masih sama, jeans lusuh yang koyak lututnya juga kaos
kebesaran tetap jadi pilihanmu, dan wangi mint dari tubuhmu pun tak pernah
hilang rupanya. Dan aku pun masih sama, masih menyukai kamu yang seperti itu.
Masih berdiri kaku, kamu menghampiri dan tangan kita saling
berjabat, kukulum senyum untukmu. Tanganmu masih hangat, aku penasaran apakah
pelukmu juga masih sama hangatnya?
Ku biarkan kamu bernostalgia, membahas hal yang dulu
membahagiakan, senang sekali melihatmu bercerita, seperti kita kembali kemasa itu
rasanya.
Tak banyak yang ku ucap, hanya memperhatikanmu bicara dan
tertawa ringan, aku jadi pendiam sejak terakhir kali kita bertemu, katanya.
Padahal bukan diam, hatiku saja yang tak tenang, khawatir
syaraf tubuhku berhenti bekerja.
Sial mengapa getar ini masih ada, kupikir segalanya sudah
terkubur bersama luka.
Kata “sampai ketemu lagi” menjadi akhirnya, aku tersenyum
sembari tangan melambai.
Entah pertemuan ini apa maknanya, setidaknya kita saling
bicara, meski bukan lagi tentang mimpi yang ingin kita capai berdua.
Kamu berlalu, dan aku terjebak disini bersama sisa wangimu,
juga setumpuk pikiran tentang kenangan kita dulu.
Komentar
Posting Komentar