Langsung ke konten utama

Akan Menikah

Memasuki seperempat abad hidup ini, dan memiliki dia di saat ini, kurasa bukan masa yang buruk.

Dua puluh hari menjelang pernikahan, banyak hal yang masih menjadi tanda tanya dalam benak?

Pertanyaan-pertanyaan yang belum bisa terjawab hari ini juga esok.

Rasanya berkecamuk, seperti khawatir tapi juga bahagia, seperti merasa bingung tapi juga tidak sabar.

Kata orang “masa akan menikah adalah masa yang cukup sulit, banyak cobaannya”, tak bermaksud sesumbar, tapi kurasa tak begitu teramat, sulit mungkin, hanya saja mencoba untuk menjalani segalanya dengan sebaik mungkin adalah hal terbaik yang dapat dilakukan saat ini.

Menyingkirkan sedikit ketakutan yang ada dengan kepercayaan bahwa hal indah akan datang nantinya.

Seperti tidak percaya, sebentar lagi akan menjalani hidup menjadi sepasang dengan manusia lain.

Menikah adalah hal yang tak terpikirkan sebelumnya, hanya saja merasa dicintai olehnya sangat menyenangkan, begitu membahagiakan, dan memiliki dia setiap harinya selalu kuanggap sebagai anugerah.

Aku tau bahwa cinta tidaklah selalu mewah,hanya saja sederhana bersamanya pun tetap bentuk dari cinta, tetap terasa begitu nyaman setiap kali dekap erat melekat. Pernah merasa bahwa keberakhiran hidup adalah yang terbaik, memiliki hari yang buruk, masa yang sulit dilalui dan waktu yang begitu melelahkan, seakan tak ada lagi tempat di dunia yang pantas untuk di huni. Namun, tatapan cemasnya kembali meneduhkan, melembutkan hati yang marah, juga meredakan keluh yang ada.

Meskipun tidak selalu hal baik yang terjadi, seperti sulitnya menangani sifat buruk satu sama lain, kebiasaan yang tidak bisa dimengerti, entah gaya hidup atau cara pandang yang berbeda, tapi mungkin itu hal yang biasa, bisa sebagai warna agar hubungan kami memiliki banyak warna.

Memutuskan untuk menikah dengannya, hati ini sudah melalui cukup banyak hal hingga akhirnya berlabuh disana, dihatinya. Mencari tempat terbaik untuk menetap setelah menyinggahi banyak tempat.

Berhenti pada dirinya, bukan karena begitu yakin ketulusan dan cinta terbaik ada disana, tapi lebih pada percaya bahwa cinta dan ketulusan yang dipunyainya tidak akan pernah mengkhianati hingga keyakinan itu datang dengan sendirinya.

Merasa bersyukur bahwa dia adalah pria yang tak pernah menyerah kepada diri ini, hingga merasa amat beruntung memilikinya. Semoga langkah ini adalah langkah menuju perjalanan panjang yang lebih baik untuk kita lalui. Hingga kisah kita dapat menjadi bukti bahwasanya, cinta adalah ada.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketidaksengajaan Yang Diatur Tuhan

Aku tak tau ingin memulai ini dari mana. Banyak yang kurasakan, ingin kusampaikan, hingga jadi membingungkan untuk ku aksarakan. Sayang, sebelum bertemu denganmu aku sudah menjadi seorang pemimpi, sama halnya denganmu berkhayal terasa menyenangkan bagiku. Hanya saja mungkin haluan khayalan kita yang berbeda, kamu yang terlalu fantasy sedangkan aku terlalu fiksi. Aku punya banyak mimpi yang kata orang hanya bisa jadi imajinasi, tapi bagiku semua mimpi itu harus lebih nyata dari sekedar imajinasi. Bahagia, ia memang banyak dari sebabnya adalah ketika aku sedang bermimpi, berkhayal, berandai-andai tentang segala sesuatunya yang terlihat indah serta membahagiakan. Taukah kamu sayang, akhir-akhir ini aku banyak melibatkanmu dalam mimpi itu. Mungkin jika kuceritakan akan terdengar terlalu berlebihan, tapi sungguh bahwa segalanya amat menyenangkan kurasakan. Pernah kubilang bukan, bahwa aku lelah untuk memulai lagi, ku ingatkan sedikit, percakapan itu kita lakukan di pinggiran...

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Hapuslah Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu

Aku jadi ingin melakukan hal yang sama setelah membaca tulisan milik Hamsad Rangkuti yang berjudul "Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu," aku begitu terlarut dengan tulisan itu. Dengan perasaan resah kuraba bibirku dengan jemari, seakan masih terasa kecupan terakhir bibirnya dibibirku. Terasa pula tangannya yang mengelus lembut rambutku ketika bibirnya masih melekat mesra dibibirku. Memang benar semua kenangan antara aku dengannya sudah kuhapus walau kadang beberapa dari memorinya muncul kembali sebagai virus yang merusak jaringan di sistem hatiku. Namun masih ada yang tertinggal dengan baik ditempatnya, bekas bibirnya yang belum terhapus masih melekat dibibirku. "Maukah kau menghapus bekas bibirnya dibibirku dengan bibirmu," seperti yang dituangkan oleh Hamsad Rangkuti dalam tulisannya, aku memperkenankanmu melakukannya untukku. Tak apa lakukanlah, kecup saja bibirku dengan bibirmu, lumatlah agar bekas bibirnya benar-benar hilang dari...

Elektron

Berputar elektron, seperti muatan listrik bergerak lainnya, membuat medan magnet di sekitar mereka. Akulah medan magnet itu. Bahwa medan magnet memengaruhi cara elektron mengatur diri dalam atom dan bagaimana mereka bereaksi satu ssama lain. Seperti aku memengaruhimu, perlahan masuk dalam hidupmu, perlahan mencampuri segala urusmu, hingga yang kau ingat hanya aku, bukan dirinya sebagai milikmu.

Sepertinya Penulis Jatuh Cinta

Selamat malam hujan, aku sedang  mendengarkan suara rintikmu dari balik selimutku. Hujan, rasanya sudah lama sekali aku sibuk dengan rutinitas yang menyita waktu hingga aku tak sempat menyapamu dikala kau berlalu beberapa saat kemarin, bahkan aku mengabaikan sedikit banyak imajinasi yang biasanya menjadi alat menyampaikan perasaanku. Aku lupa cara berkata-kata dan mengatur diksi yang baik pada tulisanku, terlihat berantakan serta tak beraturan pada setiap kata yang kutuliskan. Bagaimana aku menyampaikan bahagiaku ini hujan, aku takut perkataanku salah dan tak terdengar indah. Harusnya jika aku bahagia, para pembacaku juga turut bahagia, aku takut malah menuliskan hal yang begitu melankolis diatas bahagiaku. Ah makin lama makin penuh gurauan saja, aku pun tak mengerti dengan pasti harus mengawali cerita ini dari mana. Hujan, aku bahagia. Bahagiaku karena kutemui sosok yang merasa bahagia karena hadirku. Hujan ada lagi, ternyata masih ada sosok yang merasa bahagia jika bersamaku...