Langsung ke konten utama

Postingan

Ada dirinya.

sembari jatuh cinta pada yang lain, kamu meyakinkanku agar tak pergi darimu. menggenggam erat tangan ini, sembari ingin meraih tangannya. menatap mata ini, lalu sesekali beralih pandang pada yang lainnya. kamu membiarkanku terjebak bersamamu, sedang hatimu kau biarkan berlarian dipadang lainnya. pintamu tulus meminang hatiku, tapi kau sediakan tempat untuk dirinya singgah. katamu aku milikmu, tapi kamu tak membiarkanku memilikimu sepenuhnya. kau berikan aku cinta yang sangat banyak, tapi sama banyak juga untuk dirinya. katamu kau bisa mati jika tanpaku, tapi hidupmu kau berikan separuh untuknya.

Kala Sore

Kala sore, Jalan itu terasa lengang Walaupun satu dua masih berlalu lalang Dua pasang kaki berdiri di pinggir trotoar Kala sore, Langit mulai terlihat kekuningan Desis daun memecah keheningan Dua bibir masih saling terbungkam Kala sore, Daun gugur diterpa angin Kicau burung meramaikan sepi Dua pasang mata menatap lirih Kala sore, Matahari mulai menghilang Seperti petang akan segera datang Dua pasang insan saling meninggalkan

Pertemuan

Ini adalah pertemuan pertama kita sejak lima tahun lamanya. Tak ada sapaan “hai” atau “apa kabar” yang terucap, hanya tatap nanar yang terlihat. Rupanya aku masih pilu, bertemu denganmu bukanlah hal yang baik bagiku. Lembaran lama yang kupikir sudah hilang kembali terbuka satu persatu. Kamu masih sama, jeans lusuh yang koyak lututnya juga kaos kebesaran tetap jadi pilihanmu, dan wangi mint dari tubuhmu pun tak pernah hilang rupanya. Dan aku pun masih sama, masih menyukai kamu yang seperti itu. Masih berdiri kaku, kamu menghampiri dan tangan kita saling berjabat, kukulum senyum untukmu. Tanganmu masih hangat, aku penasaran apakah pelukmu juga masih sama hangatnya? Ku biarkan kamu bernostalgia, membahas hal yang dulu membahagiakan, senang sekali melihatmu bercerita, seperti kita kembali kemasa itu rasanya. Tak banyak yang ku ucap, hanya memperhatikanmu bicara dan tertawa ringan, aku jadi pendiam sejak terakhir kali kita bertemu, katanya. Padahal bukan diam, hatiku saja yang...

Catatan November

Bahkan tidak genap dua bulan tahun ini akan habis, tiba-tiba aku ingin menulis saja, seperti sudah lama sekali tidak kulakukan ini, jari-jariku kaku menari diatas papan panjang berwana hitam yang terdapat banyak abjad dan angka ini. Hmmm, aku sedang duduk di depan meja kerja seperti biasanya menanti jam kerja usai, kupikir rutinitas ini membosankan, hanya saja aku terlalu takut, takut pergi dari rutinitas ini, aku ketakutan setelah ini kembali linglung dan malah tidak tau akan melakukan apa. Ahh sudahlahh, tahun hampir habis, tapi apa yang sudah kau capai? Apakah harimu masih sama, berjam-jam menggenggam gawai sembari menyaksikan aktivitas orang lain dari layarnya. Atau kau masih merebahkan tubuh di sudut tempat ternyaman kamarmu sembari menatap laptop dan menonton serial drama setiap harinya? Atau malah kau sedang terjebak dalam rutinitas yang tak kau inginkan, dengan setumpuk pekerjaan, tekanan dari atasan, juga segudang masalah yang hanya kau pendam. Terkadang aku berpiki...

Suara Aksi

Kepada penghuni Ibu Pertiwi Lihatlah Negeri ini Tidakkah membuat kalian bergidik ngeri Saudara-saudari saling membenci Bersatu tak ada lagi Yang ada hanya caci serta saling memaki Amarah menutupi hati nurani Tak ada yang paling benar disini Mengkritisi maksud ingin membenahi Bukan diapresiasi malah dilukai Dimana kini letaknya demokrasi? Jika pemimpin hanya ingin menang sendiri Kami beraksi memperjuangkan Ibu Pertiwi Jadi jangan tuduh kami di tunggangi

Senja Pasti Datang Lagi

Bukankah kita mirip seperti senja. Senja yang Indah meski sesaat. Senja yang hilang ditelan malam. Senja yang pergi kemudian esok datang lagi. Senja yang berbeda dari yang kemarin. Barangkali kita memang seperti itu. Kisah indah ini bisa jadi hanya sesaat kita miliki. Kemudian hilang seolah tak pernah terjadi. Kita terbangun dipagi hari untuk memulai hari. Mengukir kisah untuk hari ini. Kisah yang berbeda atau kita yang tak lagi sama. Senja selalu datang lagi. Dunia pun tak pernah berhenti. Kita saja yang berhenti disini.

keliru

aku pikir aku keliru. antara kita ku kira mimpi itu akan jadi nyata. setiap langkah yang ku yakini akan sejajar, setiap waktu yang ku percaya akan saling mengisi, nyatanya tak pernah bisa kita miliki. egoku masih terlalu tinggi, sedang kamu punya duniamu sendiri. dunia yang terlalu sesak untuk kutinggali. atau memang sejak semula tempat itu tak seharusnya ku isi. kita terlalu berbeda, sedang aku terlalu memaksakan. aku dan segala isi kepalaku terlalu rumit bagimu, sedang kamu menganggapku begitu mudah. apakah setiap rasa cinta yang kutuang membuatku tak lagi bernilai. hingga setetes dua tetes air mata bukan lagi jadi hal yang kau pedulikan. aku ada memang hanya untuk ditiadakan. bukan kamu yang pertama, perihal sakit aku sudah juaranya. jadi jika memang akan berakhir, biar aku yang melangkah terakhir.