Langsung ke konten utama

Postingan

Aku tetap harus hidup

 Rasanya melelahkan. Menjalani hidup yang katanya harus dijalani walaupun enggan sekalipun, seperti punya pilihan tetapi tak berani memilih. Apalagi ketika hidup ini di tuntut untuk memuaskan ekspetasi orang lain, seperti menjadi pekerja yang baik, anak yang baik, istri yang baik, menantu yang baik, sedangkan tolok ukur baik itu takkan pernah ada pastinya. Terkadang apa yang dijalani sudah diusahakan dengan keras, tetapi bagi orang lain segalanya tak terlihat. Bersamaan dengan banyaknya pekerjaan pagi ini, pikiran-pikiran bermunculan seperti benang kusut dikepalaku, rasanya memusingkan. Dada terasa sesak, seperti menahan kesal, menahan diri atas segala hal, seakan terpenjara dalam hal yang mengatasnamakan kewajiban. Sedangkan aku sendiri tak benar-benar yakin, mengapa aku harus bertanggung jawab akan perasaan orang lain, meski sudah berusaha keras memahaminya tapi hati tetap saja tak merasa lega. Seperti terkungkung jauh dari kebebasan. Aku seperti meninggalkan jauh m...

Yaitu Kamu

  Aku masih ingat betapa kesulitannya aku untuk tidur, hanya karena setiap malam selalu teringat percakapan-percakapan kita. Karena saat itu aku bodoh, bodoh tetap ingin kau kembali meski sudah dihianati berkali-kali. Herannya, aku tetap bersikukuh bahwa perasaan cintaku memang pantas untukmu, meski kau juga berkali-kali mengabaikanku. Tapi sebelum diantara kita ada sekat, semua kenangan yang ada memang benar nyata adanya. Memikirkanmu saat awal dulu, takkan ada yang percaya kamu pernah semanis itu. Kamu yang selalu berjalan di belakangku, mengawasiku lewat ekor matamu, tak pernah lepas aku dari pandangmu, kejutan kecil seperti es cream manis yang kau letakkan di genggaman tanganku, mawar ungu yang tiba-tiba ada di dalam tasku, pesan singkat bahwa aku harus tau kalau kamu menyayangiku, ucapan selamat pagi yang tak pernah lewat semenit pun dari pukul tujuh, hal-hal sederhana yang membahagiakan aku kala itu, kamu pernah seperti ini, kamu pernah melakukannya untukku. Sampa...

Akan Menikah

Memasuki seperempat abad hidup ini, dan memiliki dia di saat ini, kurasa bukan masa yang buruk. Dua puluh hari menjelang pernikahan, banyak hal yang masih menjadi tanda tanya dalam benak? Pertanyaan-pertanyaan yang belum bisa terjawab hari ini juga esok. Rasanya berkecamuk, seperti khawatir tapi juga bahagia, seperti merasa bingung tapi juga tidak sabar. Kata orang “masa akan menikah adalah masa yang cukup sulit, banyak cobaannya”, tak bermaksud sesumbar, tapi kurasa tak begitu teramat, sulit mungkin, hanya saja mencoba untuk menjalani segalanya dengan sebaik mungkin adalah hal terbaik yang dapat dilakukan saat ini. Menyingkirkan sedikit ketakutan yang ada dengan kepercayaan bahwa hal indah akan datang nantinya. Seperti tidak percaya, sebentar lagi akan menjalani hidup menjadi sepasang dengan manusia lain. Menikah adalah hal yang tak terpikirkan sebelumnya, hanya saja merasa dicintai olehnya sangat menyenangkan, begitu membahagiakan, dan memiliki dia setiap harinya selalu...

Meluaskan Hati

Aku paling sadar kalau kita bukanlah pasangan yang sempurna Cocok satu sama lain pun tidak begitu Banyak perbedaan juga keyakinan yang tak sepaham Sebagai salah satu jalan, seringkali kita hanya saling mendengarkan Kita mulai mengerti bahwa cinta tak benar-benar harus sama rupa Dari pada memaksakan, kita hanya meluaskan hati untuk saling menerima Karena mengubah hal yang memang sudah dari sananya itu cukup sulit Kita hanya sepakat untuk untuk berada diantara ketidaksempurnaan itu Semoga selanjutnya hati kita selalu diluaskan untuk tetap saling tinggal walaupun perbedaan itu nyata adanya

Sejak kita bukan lagi “kita”

Menyimpan dendam, padahal kita semua pernah berbuat salah. Tapi, memaafkan memang sesulit itu, merelakan apalagi. Bersama menyesakkan, ditinggalkan menyesakkan, sudah pergi tetap menyesakkan, kenapa segala tentangmu selalu membuat sesak. “Pergilah padanya”, aku memang bilang begitu kala itu, kau yang tak dapat memutuskan -ingin tetap denganku tapi juga tak ingin tinggalkannya, lantas kau pergi karena satu kalimat itu. Lalu, aku kau tinggalkan dengan luka yang terlalu dalam. Lukaku masih basah, dan kau terlihat bahagia, -dengannya. Pertemuan setelah perpisahan mengapa juga menyesakkan. Harusnya jalan yang kulewati itu tak boleh searah. Berpapas jalan dengan aku yang tidak baik-baik saja, sedang kamu bersikap seolah aku memang tak pernah ada dihatimu, -biasa saja. Kupikir aku telah baik-baik saja, menyapamu tersenyum dan bertanya kabar. Namun senyummu, menguak rindu yang sekian lama tertahan, begitu juga dengan luka yang masih tersisa sejak kita bukan lagi “kita” Setiap detik...

Berdamai dengan diri sendiri

Sudahkah berdamai dengan diri sendiri? Kenyataannya banyak dari kita terlalu egois untuk mengaku salah, bahkan terhadap diri sendiri. Menghukum diri dengan pembenaran yang dipaksakan, dan membiarkan amarah terlalu lama bersemayam. Padahal, kita tak perlu sekeras itu kepada diri kita. Meski sulit, untuk mengakui kesalahan, untuk merendahkan sedikit ego, untuk mengikhlaskan masalalu, dan untuk menerima diri sendiri. Namun, sudah cukup berkeras hatinya. Diriku, mari berdamai.

Bumi bicara

alam raya kecewa, jelas saja. dimana kita saat dia merintih kesakitan? “panas, kau bakari hutanku, begitu panas kumohon hentikan, temanku mati terbakar, hijau tanam berganti gersang”, -tapi kita abai. “sesak, kau gunungi aku dengan tumpukan sampah, hingga keringat aliran sungai tak lagi mengalir benar, tidakkah aku sudah meminta jangan kotori aku”, -tapi kita abai. “sakit, tubuhku kau kikis perlahan digantikan dengan bangunan tinggi menjulang yang menyilaukan, habis aku terkoyak zaman”, -tapi kita abai. bukankah bumi berhak marah? sedikit ingin diperhatikan, bisa dunia diporak porandakan? “bumi butuh pertolongan, tapi kalian abai” “kini tinggallah menuai, jangan memohon padaku agar alam raya baik-baik saja” “aku tidak pernah merasa baik saat kalian abaikan”, -bumi bicara. kita tidak berhak marah ketika Tuhan sedang marah. menjaga selagi bisa menjaga, merawat selagi dunia kembali bermurah hati memberikan kesempatan. mulai hari ini, tidak perlu banyak, hal ...