Langsung ke konten utama

Postingan

sandiwara menyedihkan!

Tuan, tak sadarkah kamu sedang menyaksikan hiruk pikuk hatiku yang penuh sandiwara. Yang kubisa hanya menata diksi lewat aksara tuan, hanya saja ini tidak kamu pahami. Tuan, tahukah kamu apa yang paling dikhawatirkan seorang wanita? jawabnya adalah perubahan. Apapun yang berubah, pasti tidak begitu menyenangkan bagi kami kaum pecinta adam. Entah usia, berat badan, warna kulit,  tempat tinggal, teman/kerabat, sifat, harga sepatu/tas/lainnya, bagi kami perubahan itu menjengkelkan, apalagi berubahnya hati. Bagaimana hatimu tuan, berubahkah? Hatiku masih sama, selalu mencintaimu, selalu menyemogakan kita, selalu mengharapkan akhir yang bahagia. Tuan, tahukah kamu apa yang menyebalkan dari hatiku? Ia selalu tau caranya berpura-pura baik-baik saja, sungguh sandiwara yang menyedihkan! Katanya hatiku rindu, mungkin padamu. Bisa jadi ini perihal awal kedekatan kita, bukan kita yang sekarang. Tapi tentang rasa yang dahulu tak pernah bisa kita salahkan, tentang bagaimana kita memulai...

aku apa?

Pagi ini aku berusaha untuk memahat mimpi, entah terlalu tinggi atau terlalu menyeramkan hingga rasanya begitu tidak nyaman. Aku masih disini, diketidakpastian yang kupikir sudah berakhir, namun ternyata tak ingin kamu akhiri. Hatiku memaksaku menulis. Tapi setelah aku pegang penaku aku hilang akal. Aku malah meluap-luap dengan segala sesak yang sudah melewati batas tampungnya. Aku sungguh tak mengerti, rasanya semua ini tidak pernah memihak kepadaku, bahkan kamu juga begitu. Entah ini sudah tulisan yang keberapa, dan kamu masih saja jadi pohon dari buah-buah aksaraku, namun meskipun sedetik aku tak pernah ada di sudut ruuang dari hatimu. Bahkan ketika kau bersamaku, aku merasa ragamu kosong, karena jiwamu yang sesungguhnya sedang mengejar bayang-bayangnya. Kasihan sekali jadi aku, mendambakan bumi yang hanya selalu mengelilingi matahari, karena tidak mungkin sampai kapanpun untuk bumi mengitari bulan. Ada aku disini, tak bisakah kau lihat meski sejenak. Aku tau, bagimu ak...

Takdir

Aku tidak begitu tau kalau takdir selalu saja mengejutkan, hanya saja kita sebagai manusia belum tentu mendapatkan takdir sesuai dengan apa yang kita inginkan dan harapkan. Boleh saja berharap, tapi siapa yang tau dengan hasil akhirnya, kita hanya dapat menanti akhir itu sembari menikmati prosesnya. Entah itu aku, kamu, dia ataupun mereka, kita semua sama saja, jadi tolong jangan berbicara seakan-akan kamu tau segalanya, seperti akhir bahagia yang kamu bicarakan tentang kamu dan dia. Kita hanya menjalani sambil berharap keberuntungan menghampiri, banyak yang memiliki keinginan sama, tapi tidak semuanya tercapai, karena yang berkehendak hanya memberikan hal-hal itu kepada yang pantas. Kita pun tak tau siapa diantara kita atau banyak orang lainnya yang lebih pantas, hanya saja mendahului-Nya dengan berkata kamu lebih baik dari padaku, atau kamu lebih tersakiti hingga kamu lebih layak, atau kamu sudah menanti hingga pada akhirnya penantian itu menghampirimu, itu terdengar seperti kamu...

dingin-

Sayang, malam ini begitu dingin, tubuhku dibuat kaku oleh angin yang meresap lewat pori-pori. Aku tau akhir-akhir ini cuacanya memang selalu begini, hujan turun tiada henti. Akan tetapi hari kemarin masih kurasakan hangat sayang, hangat yang lewat melalui tegur sapa kita, hangat yang nyaman melalui canda gurau kita, hangat yang menjalar dari perasaan kita. Tapi mengapa malam ini berbeda sayang. Malam ini begitu dingin, dingin yang menusuk, dan hatiku seperti dirajam sayang. Dingin ini membuatku linu, dan terasa nyeri tepat di ulu hatiku. Mengapa hangat yang kemarin hilang, belum lewat beberapa jam dari terakhir kali kita bercengkrama, tapi aku merindukanmu. Kadang aku bertanya pada hatiku. Mengapa ia memilihmu? Hatiku beku tak menjawab, akupun tidak tau, tapi kau berhasil menjatuhkanku sejatuh-jatuhnya, dan aku benar-benar jatuh hati. Sampai rasanya hilang akalku olehmu. Sayang, apakah kau tau lawan dari cinta bukanlah benci, namun kurasa pergi. Entah mengapa aku sangat ketakuta...

Katakan Tuan

Bagaimana ini Tuan. Ketakutanku selalu menghantui, rasanya begitu tidak nyaman di dada, ini seperti suatu firasat atau sebuah prasangka. Aku tidak ingin memikirkannya, tapi ini segalanya dengan sendiri berlalu lalang. Mengapa kau lakukan ini Tuan. Aku hanya mencintaimu tanpa sengaja, apa salahku jika ini terjadi begitu saja. Lantas mengapa aku begitu gelisah, aku khawatir Tuan hatimu masih belum utuh, tidak untukku sepenuhnya. Namun tak ada yang dapat kulakukan, aku hanya berusaha untuk percaya bahwa segalanya akan berujung indah untuk kita. Tapi nyatanya tak semudah itu Tuan,   aku takut kepercayaan itu terhianati, aku takut untuk menerima resiko itu. Bukankah kau tau Tuan, aku pernah jatuh srjatuh-jatuhnya, hingga rasanya ingin mati, hidup menelan luka dan di dampingi kecewa. Kau tau Tuan itu sangat menyakitkan, dan aku tak ingin lagi, apalagi jika sebabnya kau. Aku tau Tuan, kita bersama melalui jalan yang tak seharusnya, tapi iru semua diluar kendaliku, bahkan jika ada ya...

patahkan lagi

Rasanya patah seketika, begitu saja. Entah harus bagaimana, bahkan berkata saja ku kira sulit sekali. Tak bisa menyalahkanmu, karena memang bukan salahmu. Dari awal aku yang salah, aku yang memaksa hadir diantara kau dan dia. Namun apa sepenuhnya ini salahku, lantas percakapan yang kau awali apa itu juga salahku, kemudian bagaimana dengan peluk yang kau tawarkan itu, serta waktu yang kita habiskan bersama apa semuanya adalah kesalahanku. Lalu bagaimana dengan ucapmu yang bilang kalau aku telah jadi satu-satunya. Kau bahlan tak tau, sesenang apa hatiku hingga rasanya ingin waktu berhenti disitu. Kamu saja yang tak mengerti, kamu pikir segalanya dapat kau kendalikan dengan mudah. Lalu kini aku harus apa brengsek, mengapa mencintaimu semenyakitkan ini, mengapa mengharapkanmu setidakmumgkin ini, mengapa mempercayaimu semenyulitkan ini, dan sialnya sebrengsek apapun kamu, hatiku tak mau berhenti berdebar karenamu. Tapi ini menyakitkan Tuan, mengapa harus terjadi lagi, mengapa haru...

hati?

Hati, aku harap kita akan selalu memahami. Seperti saat aku sendiri, hanya kamu yang tau sesaknya itu. Dan saat kamu merasakan sesak, hanya aku yang tau itu. Aku dan hatiku, tanpa kalian para penonton juga juri dihidupku. Nilai saja, lihat saja, terserah kalian, aku akan mengusahakan kalau aku dan hatiku ini selalu baik-baik saja meski pecah, retak, belah, atau terluka parah. Hati, entah mengapa hari ini rasanya begitu melelahkan. Aku merasa seluruh dunia tiba-tiba memusuhi. Apa yang terjadi tidak pernah berpihak pada kita, bahkan kemana pun kita berpijak, langkah ini terasa berat. Hati, bagaimana caranya agar kita bahagia tanpa melukai siapapun. Bagaimana caranya kita bahagia tanpa membuat orang lain tidak suka. Aku mulai kuwalahan dengan mereka, mereka, dan mereka lainnya. Hati, bukankah kita pernah berdialog. Mengenai apa yang kita lakukan kemudian dia tidak menyutujuinya, lalu kita mendengarkannya, tak kita lakukan hanya untuk terlihat baik dimatanya. Namun dia yang la...