Langsung ke konten utama

Postingan

Selimut Kabut

Sore berganti petang. Semburat jingga pun perlahan hilang, lengkungan sabit muncul dari balik mega, sungguh cakrawala indah yang bias dimata. Banyak waktu kuhabiskan bersama sore, merenungi diri yang tertarik sepi. Aku tidak lagi utuh tanpa harapan yang penuh. Namun fana, harapan tinggalah harapan, mimpi pun hanya jadi mimpi. Rasa takut memejamkan mata, sadar bahwa hidup hanyalah belenggu yang berjarak antara sore dan pagi. Tiba pada gulita, belum tersadar dari lamunan, jendela malam yang merebut kenangan, sungguh aku gigil ditelanjangi samudera. Bibir yang terkatup menahan pedih, mata yang terjaga menahan lirih, hati pun tak kuasa turut merintih, pada sunyi yang mengitari. Denyut waktu kian melambat, hari terus berulang tanpa ada yang istimewa, tak ada lagi beda antara ahad dan sabti, semua hari hanyalah sepikul misteri. Aku ingin kabur dari lakon ini, dan melebur menyatu dengan bumi. Hilangnya nurani bagai sepukau benci, dan aku tak pernah serisau ini. Jangan aj...

Aku Perempuan

Aku perempuan. Aku selalu suka hujan yang jatuh berkali-kali. Siang tadi angin begitu kencang, langit pun begitu gelap, dedaunan beterbangan sesukanya, jerit tawa anak kecil berlarian terdengar seiring deru angin menyuruh mereka pulang, titik air jatuh dari langit sedikit demi sedikit, perlahan udara agak pengap karena debu jalanan kian menguap, belum sepenuhnya basah hingga hujan turun dengan derasnya. Terlintas dibenakku, kemana semut kecil ketika banjir baginya hingga rumahnya terisi penuh oleh air, lalu sedang menyinari siapa mentari yang sombong mendongak tinggi, kemudian apa yang dilakukan orang-orang lainnya dihari yang hujan ini. Aku perempuan, aku sedang mengira-ngira apa yang dilakukan penghuni bumi lainnya di hari hujan ini. Sejenak aku memejamkan mata, mencari kedamaian yang hilang, hingga suara tetes hujan terdengar makin jelas, hujan begitu menenangkan menurutku. Aku perempuan, aku sedang sendiri duduk dikasur kamarku memandangi hujan lewat jendela, tak banyak yang ...

luka

Duka bernama asa yang terasa sia bermakna luka. Tak tau kamu, takkan mengerti kalian. Seonggok benci, segumpal luka, setumpuk sepi. Jutaan hari aku di dekap sunyi, tercekik ramai yang membuat iri, tertawa yang bukan bahagia, seperti hanya pelepas dahaga. Siapa yang datang siapa yang pergi, berlalu lalang binatang jalang. Aku tetap disini, takut kenangan terhapus langkah. Aku ingin melunasi hidup, jeritku!! Pada ketidakadilan yang dunia ciptakan untukku. Tak terdengar, aku menangis lirih semalaman, berhari-hari, dalam detik disetiap tahun yang terlewati. Rupanya waktu tak menyembuhkan luka ini. Saat segalanya terasa sulit, siapa yang harus kumaki, kucaci, kuteriaki. Kupikir segalanya sudah membaik, aku sudah sedewasa ini, lama sebelum waktunya aku dipaksa untuk itu. Nyatanya dewasa tak membuatku berhenti merasa sepi. Ramai tetap saja asing, hangat tetap saja pilu, tawa juga sama sendu. Luka tetap saja luka, sembuhpun tetap membekas, patah hatimu lebih baik dari patah h...

Menepi

Menepi, aku kembali pada jalanan yang sunyi. Hanya berani menyusuri nya ditepian saja. Ironisnya aku mengaku kalah, menyerah yang bukan berarti pasrah, dalam gulita ku resah tak usai-usai. Ku tak tau apa maunya hati, risau riuh tak redam-redam. Jua nan jiwa raga yang berontak saat separuh hatinya direnggut si memesona. Kalut aku pada nyatanya yang menohok terlalu dalam. Diam aku, bungkam saja, menjerit ku tak kuasa bahkan menangis saja tidak. Kubiarkan saja, mungkin diri ini bak pelabuhan sementara nya, yang dianggap kayunya usang pada pinggiran dermaga. Kalah jauh bila dibandingkan dengan si memesona. Menjauh aku dari ombak, senja, juga hujan yang sangat kucintai. Sebab segalanya tentang hal yang berkaitan menikamku berulang-ulang, jadi enggan ku kembali. Aku bukan tenang yang menghanyutkan, bukan juga memesona yang menakjubkan, apalagi bunga yang diharapkan. Tak harum, tak indah, tak nampak, tak pula menjadi yang di inginkan. Ada saja hampir tiada- Menarik diri dari kes...

menanti waktu

pada malam aku bertanya bagaimana kabarmu? sedangku disini tidak begitu baik, entah sudah yang keberapa, kulalui malam-malam panjang tanpamu. apa lagi tau, saling sapa pun tidak. bisa kita sejauh ini, bagai langit yang berjarak dengan bumi. entah apa yang kau lakukan, aku disini dengan rutinitasku, dengan segala kesibukan yang kuciptakan sendiri kuselipkan harapan tentang dirimu yang akan kembali. aku dengan segala kebodohan yang tersisa, menghabiskan waktu menanti pagi menunggumu. tak berharap kamu tau hanya berharap kamu datang aku biarlah berbicara pàda malam, menceritakan dirimu yang kunanti meski sengaja pergi, aku seterusnya bercakap pada petang, mengajaknya menemaniku melewati malam untuk mengenangmu, kuceritakan pada sunyi tentang tawa renyahmu yang kudengar pertama kalinya, kukatakan padanya tentang dirimu yang dapat tersenyum tulus, kugambarkan tentang mata teduhmu saat memandangku, juga tentang dekap hangatmu yang menenangkan. malam tak menjawab, dan sunyi tet...

kembalilah

Sejak hari itu, aku menambah kegiatan favoritku dipagi hari. Selain menyesap kopi, aku menunggumu terbangun, dan kembali pada sadarmu, lalu menyapaku dengan ucap selamat pagi. Apa kabar kamu, kekasih hatiku? Izinkan aku menyapamu berulang-ulang, karena diri ini masih tak tau diri untuk tak merelakanmu. Seberapa keras kamu ingin berlalu, sebegitu pula rupaku ingin menggenggammu. Aku tau, segala upaya yang ku lakukan mungkin belum cukup bagimu untuk menghapus segala kesalahanku dimasa itu. Tapi ketahuilah, hari-hari yang kulewati tanpamu adalah neraka terpanjang yang pernah kulalui. Satu hari berlalu, kubiarkan malam menenggelamkanku berharap kenyataan ini berbaur bersama dengan mimpi. Hari kedua pun kulewati dengan harapan yang sama. Berlalu kehari selanjutnya hingga waktu makin menyiksaku bahwa segala harapan itu tak pernah menjadi nyata, Nyatanya kamu tetap berlalu, memunggungiku, berjalan menjauh, makin tak tergapai, hingga hampir memudar. Pagi ini aku memikirkanmu leb...

Senja Sendu Punya Rindu

Pagi ini hujan membangunkanku, suara gemerciknya membuatku tergugah, rupanya resah ini masih ada. Semalam aku beranjak tidur lebih cepat, berharap pada malam panjang yang sengaja kulewatkan agar memberikan kabar baik kepada pagi, namun kabar itu tak ada -segalanya tetap senyap. Kemarin aku memandangi langit sore yang indah, mega bertebaran bercampur dengan birunya langit, disisi lainnya langit agak berwarna keunguan pertanda malam akan menjumpai, terdapat pula pelangi yang hampir hilang -padahal tak habis hujan. Senja yang sendu, gumamku. Aku berbicara pada langit, berharap kamu akan mendengarnya. Entah aku hanya berpikir kamu pun sedang memandangi langit, sama sepertiku. Teringat beberapa kali percakapan kita mengenai langit yang paling indah terlihat dari sisi mana, aku merindukannya, merindukan memandangi langit bersamamu, merindukan waktu itu -saat menanti sore berganti petang. Dan kurasa senja ini sengaja ada, supaya rindu punya kawan bicara. Ah rindu ini merepotkan memang....